Keberadaan suatu daya tarik wisata yang sudah tersohor tidak menjadikan suatu kelompok masyarakat merasakan dampaknya secara langsung. Desa Karamatwangi, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut merupakan desa yang mana menjadi daerah administratif untuk gunung yang cukup terkenal di kawasan Jawa Barat yaitu Gunung Papandayan dengan ketinggian 2.665 mdpl, menjadi pilihan untuk sekelompok pendaki gunung, bahkan saat ini siapapun bisa berkunjung ke gunung ini, tidak seperti dulu yang hanya didatangi segelintir orang yang memiliki kegemaran sendiri akan petualangan dan hal yang menantang seperti mendaki gunung. Kemudahan akses untuk menuju gunung ini terlihat dari kondisi jalan yang bagus dan diaspal serta luas serta keberadaan parkiran di pos utama pendakian yang sangat luas. Kendaraan besar seperti bus berkapasitas 30 kursi berlalu-lalang setiap akhir pekan. Kemudahan akses mengantarkan banyaknya pengunjung, bahkan wisatawan sekalipun banyak sekali yang berkunjung ke gunung ini yang memiliki nama komersial Taman Wisata Alam Gunung Papandayan. Melihat peluang ini dengan adanya pangsa pasar baru menghasilkan dua kategori besar pasar pengunjung. Pertama adalah mereka yang memiliki gairah petualangan dengan motivasi utama adalah menaklukkan puncak Gunung Papandayan dan pasar lainnya atau yang kedua adalah mereka yang berkunjung untuk waktu yang singkat dengan tujuan menikmati keindahan alam Gunung Papandayan bersama keluarga, ataupun teman dengan mengurangi unsur tantangan dan petualangan.
Melihat potensi pasar kedua akhirnya pengelola Taman Wisata Alam Gunung Papandayan melihat potensi bisnis lainnya, yang dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan pengunjung atau dalam hal ini kita sebut wisatawan. Karena terkelompokkan menjadi dua kelompok besa, untuk memenuhi kebutuhan akan makanan dan minuman pengelola Taman Wisata Alam Gunung Papandayan memfasilitasi para pedagang makanan dan minuman di kawasan parker kendaraan yang mana jumlah warung di kawasan ini banyak sekali. Selain itu, untuk memfasilitasi pengunjung yang tidak ingin mendirikan tenda atau mendaki sampai kawasan pendirian tenda di atas gunung, pengelola membangun penginapan dengan konsep resort di atas gunung berlokasi di kawasan yang sama dengan lahan parkir dan warung-warung. Selain pengelola, warga di sekitar Gunung Papandayan melihat peluang usaha dari fenomena ini, akhirnya tak sedikit pemuda dan beberapa bapak-bapak menyediakan jasa angkutan motor atau ojek untuk mengantar wisatawan sampai mendekati puncak. Melihat fenomena ini, nyatanya pengelola dan masyarakat mampu menidaklanjuti fenomena menjadi peluang usaha. Bahkan pengelola membangun beberapa fasilitas yang merupakan cikal bakal lowongan pekerjaan bagi masyarakat sekitar.
Tetapi apakah masyarakat sekitar itu sudah merasakan dampak tersebut, khususnya masyarakat Desa Karamatwangi. Kebanyakan dari kita berpikir bahwa suatu kawasan pariwisata terlebih wisata alam dan budaya memperoleh sumber daya manusianya dari masyarakat sekitarnya. Memang hal ini tidak salah, suatu perusahaan khususnya di bidang destinasi pariwisata memang memiliki kewajiban untuk memperkerjakan beberapa kepada masyarakat lokal. Namun, pengalaman kami, Wanderlust Indonesia setelah kami diundang oleh beberapa pemuda yang mengatas namakan mereka sebagai Pemuda Sabilulungan yang tergabung dari beberapa pemuda di Jawa Barat yang menjadi relawan dalam membantu suatu desa mengembangkan desanya, berdasarkan dari apa yang kami lihat, dengar dan rasakan nyatanya hanya sebagian masyarakat yang merasakan dampak dari melonjaknya wisatawan yang datang. Sedangkan sebagian lainnya masih bergelut dalam dunia agrikultur. Dimana warga masih menggunakan lahan pemerintah untuk dijadikan lahan pertanian mereka dan beberapa masih terikat perjanjian dengan beberapa perusahaan besar yang memproduksi makanan kemasan.
Tujuan dan maksud dari diundangnya kami adalah untuk membantu Desa Karamatwangi dalam memetakan potensi wisata lain selain Gunung Papandayan sebagai kawasan alternatif serta menciptakan sumber pendapatan baru bagi masyarakat desa. Kegiatan ini dipelopori oleh pemerintahan desa yang mana memiliki visi dan misi desa yaitu mengembangkan agrowisata desa serta keikutsertaan para relawan pemuda yang sama-sama memiliki pandangan bahwa potensi wisata di Desa Karamatwangi ini sangatlah indah. Perbincangan dengan aparatur desa mengantarkan kami pada kondisi bahwa masyarakat tidak terlalu terkena dampak dari perekonomian pariwisata Gunung Papandayan setelah pengelolaannya dialihkan kepada pihak swasta sedangkan dahulu mereka masih bisa merasakan dampak khususnya bagi warga yang berada di pinggir jalan utama. Hal ini yang menjadi landasan utama desa untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi penduduk untuk ikut andil dalam pencapaian visi dan misi desa. Beberapa hal menarik kami teukan selama perbincangan dengan aparatur desa. Seperti keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) serta kegiatannya yang sebenarnya menjadi nilai tersendiri dalam pengembangan desa dan berkontribusi pada perkembangan agrowisata.
Tanah “Kopi”, Air “Gunung” merupakan landasan utama kegiatan BUMDes Karamatwangi yang memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi kopi dan air bersih dan layak konsumsi untuk masyarakat. Namun sebenarnya landasan atau bisa disebut sebagai tagline ini dapat dijadikan nilai inti dari agrowisata di Desa Keramatwangi. Tujuan desa dalam melestarikan dan mengembalikan budaya kopi di tatar Sunda atau kopi parahyangan, beserta mengangkat sejarah dari perindustrian kopi di Jawa Barat yang disandingkan dengan pengangkatan sejarah lokasi Desa Karamatwangi yang merupakan kawasan wisata pada zaman kolonial. Hal tersebut dapat diselaraskan antara pengembangan konsep agrowisata dengan pengembangan konsep tema coffee tourism dimana wisatawan dapat mengetahui proses penanaman kopi sampai menjadi segelas kopi siap minum. BUMDes Keramatwangi telah mengembangkan produk kopi dengan merek “Kopi Aceng” serta memiliki mesin kopi sendiri seperti pemberih, mesin pengupas, mesin pengering, mesin penggiling, mesin penyaring dan timbangan, yang dilengkapi dengan kedai kopi. Serta terdapat dua green house yang akan segera digunakan untuk rumah pengeringan biji kopi.
Lahan perkebunan yang cukup luas serta lanskap alam yang indah menjadi nilai unggul dari wisata kopi di Desa Karamatwangi. Desa yang berada di kaki Gunung Papandayan dan berhadapan langsung dengan Gunung Cikuray menyuguhkan pemandangan yang indah selama menyusuri perkebunan kopi, tidak hanya kopi selama perjalanan wisatawan akan disuguhkan dengan hamparan lading perkebunan seperti toman, kol, lemon dan tumbuhan lainnya serta dapat melihat langsung kesibukan warga lokal saat melakukan pekerjaannya di ladang. Asal muasal warga menanam kopi adalah dari adanya program pemerintah mengenai penggunaan lahan pertanian dengan menanam kopi dan lemon serta kesadaran warga akan sejarah Kopi Parahyangan yang diduga pertama kali ditanam di kawasan ini. Sehingga beberapa petani beralih dengan menanam kopi. Kopi yang dihasilkan di Desa Karamatwangi yaitu kopi jenis Arabika karena berada di dataran tinggi dengan ketinggian di atas 1.400 mdpl. Selain kopi Aceng, BUMDes Karamatwangi menyediakan beberapa kopi lainnya yang dijual di kedai kopi yang diberi nama Kedai Kopi Aceng. Kopi-kopi lain yang tersedia adalah Kopi Aceh Gayo, Biji Kopi Kuning, Kopi Luwak dan sebagainya, serta BUMDes telah memberikan beberapa warga untuk mengikuti pelatihan keterampilan barista. Selain biji kopi, produk lainnya adalah cascara atau kulit buah kopi yang dikeringkan dan diminum seperti teh.
Sedangkan Air “Gunung” merupakan pemanfaatan air dari gunung yang mengalir melalui Sungai Cisaladah sebagai sumber air bagi penduduk Desa Karamatwangi. Namun lokasi sungai tersebut cukup jauh karena berada di atas gunung. Sehingga BUMDes memfokuskan untuk pengembangan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), karena kebutuhan air warga untuk mandi cuci kakus, air minum dan pengairan pertanian warga sebelumnya masih belum mencukupi, dan setelah dibentuknya PDAM hampir 75% warga memiliki toilet di rumah masing-masing, dan persediaan air untuk mandi cuci kakus umum pun tercukupi. Penyediaan air bersih ini sangat berpengaruh dalam pengembangan pariwisata di desa, karena akan semakin banyak wisatawan yang datang sehingga pengguna air bersih tidak hanya warga lokal melainkan ditambah dengan para pendatang. Hal ini pun membantu kesiapan desa dalam mengembangkan amenitas pariwisata di desa, seperti penyediaan penginapan seperti homestay, penyediaan makanan dan minuman seperti warung ataupun restoran dan penyediaan toilet yang dapat digunakan wisatawan.
Pembicaraan selanjutnya dengan aparatur membawa kami menuju sebuah konsep pengembangan wisata yang lebih nyata dan sedang dalam proses pengembangan. Program ini memanfaatkan lahan yang merupakan tanah milik desa serta merupakan proyeksi dari penangkapan potensi dari adanya isu bahwa jalur kendaraan akan diputarkan melalui lahan tersebut sebelum menuju kawasan Taman Wisata Alam Gunung Papandayan. Kawasan ini akan tetap dalam konsep agrowisata dengan daya tarik utama merupakan perkebunan warga dan kopi itu sendiri. Permasalahan lainnya adalah dari belum adanya niatan warga lokal untuk ikut andil dalam pengembangan ini, pihak desa menyatakan bahwa warga disana masih tergolong warga yang perlu melihan bukti dan contoh nyata, sama halnya saat dimulainya penanaman kopi. Tidak banyak warga yang langsung mengikuti program desa untuk mengikuti menanam kopi pada awalnya. Namun setelah banyak petani kopi yang sukses bahkan sampai bisa menunaikan ibadah haji, beberapa petani tergiur dan mulai mengikuti jejaknya. Hal ini yang dijadikan acuan desa bahwa warga harus melihat contoh nyata sebelum mengikuti program. Ini dapat dijadikan sebagai jawaban mengapa warga Desa Karamatwangi tidak terdampak wisata Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Papandayan, yaitu salah satunya mereka belum mendapatkan contoh nyata dari sesama warga yang sukses dengan mengikuti program yang diberikan pengelola Taman Wisata Alam Gunung Papandayan. Program pemanfaatan tanah desa ini sepenuhnya merupakan konsep yang dikembangkan desa yang berlandaskan visi desa untuk menjadikan desa sebagai destinasi wisata agro.
Belum banyak yang bisa digali dari proyek ini, namun kita bisa melihat cetak biru dari pengembangan pariwisata tersebut di Kantor Desa Karamatwangi. Keikutsertaan masyarakat dalam pengembangan pariwisata bisa ditingkatkan dengan beberapa hal, namun yang utama adalah dengan adanya komunikasi yang baik yang dijalin dari aparatur desa dengan masyarakat secara langsung. Serta beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pariwisata berbasis masyarakat adalah komunikasi yang baik antara pemangku kepentingan sehingga tidak menimbulkan kesalah pahaman dan tidak menghasilkan pariwisata yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain. Karena sebenarnya dengan adanya kerjasama antar pemangku kepentingan akan mempermudah dan menghasilkan proses yang lebih baik dalam pengembangan pariwisata. Semoga proyek ini berjalan dengan lancar dan lebih berkelanjutan.